“Pada suatu hari
Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang
yang mati tangan kanannya” (Lukas 6:6).
Ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada
hari Sabat, supaya mereka mendapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui
pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah
dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus
berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan
pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang
atau membinasakannya?”... Di sini Kristus menjawab pertanyaan yang diajukan-Nya.
Ia berkata boleh melakukan kebaikan pada hari Sabat dan perlu. “Boleh,” kata-Nya.
“Melakukan kebaikan pada hari-hari Sabat.”...
Seringkali dinyatakan oleh
para rabi, menjadi adat kebiasaan mereka, tidak melakukan kebaikan ketika
kesempatan ada; itu artinya melakukan kejahatan—menahan diri menyelamatkan
nyawa walau memiliki kekuatan untuk melakukannya. Itu berarti mereka sendiri
bersalah telah melakukan pembunuhan...mereka mengikuti Dia untuk menemukan
kesempatan memberi tuduhan palsu pada-Nya; mereka sedang memburu hidup-Nya
dengan kebencian yang dalam dan dendam, sementara Ia menyelamatkan hidup dan
membawa kebahagiaan bagi para pendengarnya. Apakah lebih baik membunuh pada
hari Sabat, sebagaimana yang mereka rencanakan, daripada menyembuhkan orang sakit,
sebagaimana Ia telah lakukan? Apakah lebih benar bila ada rencana membunuh
dalam hati pada hari kudus Allah, daripada memiliki kasih kepada semua orang
dalam wujud kemurahan hati dan sukarela?...
Para penguasa saling
bertukar pikiran tentang bagaimana mereka bisa menghindar dari nasihat
kebenaran yang tegas ini, yang melalui perkataan dan perbuatan-Nya telah
menarik orang banyak menjauh dari guru-guru di Israel. Meskipun pengaruh tandingannya,
“dunia,” kata mereka, “sedang mencari Dia.” Tetapi mereka kira itu akan
memberikan segala yang mereka inginkan; dan mereka berunding bagaimana
menghancurkan Dia.
Kita melihat ini terjadi
sekarang ini. Mereka yang melanggar hukum Allah, membuat perintah Allah tidak
berlaku melalui tradisi mereka, ditambah dengan cemooh dan tuduhan-tuduhan
kepada hamba-hamba utusan Allah untuk memperingatkan kejahatan mereka. Mereka
bertekad untuk melenyapkan mereka, untuk mendiamkan suara mereka selamanya,
bukan untuk meninggalkan dosa mereka yang telah menyebabkan teguran Allah itu. Review and Herald, 10 Agust. 1897
Tidak ada komentar:
Posting Komentar