Rabu, 25 Juli 2012

27 Juli - KEGELAPAN MENUTUPI NEGRI



“Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Ulurkanlah tanganmu ke langit, supaya datang gelap meliputi tanah Mesir, sehingga orang dapat meraba gelap  itu’” (Keluaran 10:21).

Rakyat Mesir putus asa. Bencana yang menimpa mereka tampak tak tertanggungkan, dan mereka dipenuhi rasa takut dengan masa depan. Rakyat itu menyembah Firaun sebagai perwakilan dewa mereka dan menjalankan maksud- maksudnya. Walau begitu, banyak yang yakin bahwa ia menentang kehendak Yang Berkuasa yang menguasai seluruh bangsa di bawah kuasa-Nya. Tiba-tiba kegelapan meliputi seluruh negeri, begitu pekat dan hitam sehingga sepertinya satu kegelapan yang dapat diraba. Orang-orang itu tidak hanya kehilangan cahaya, tetapi lapisan udaranya begitu menyesakkan sehingga sulit bernapas.... Tetapi semua anak-anak Israel memiliki cahaya dan lapisan udara  yang bersih di tempat tinggal mereka....

Budak-budak Ibrani terus-menerus mendapat kasih dari Tuhan dan jadi yakin bahwa mereka akan dilepaskan. Para mandor tidak lagi berani memperlakukan dengan kejam, takut kalau-kalau Bangsa Israel yang sangat banyak itu akan bangkit dan membalaskan penganiayaan yang mereka sudah derita.

Kegelapan yang mengerikan ini berakhir tiga hari, dan selama waktu ini aktivitas kehidupan yang sibuk tidak dapat dijalankan. Inilah rencana Tuhan. Ia akan memberikan mereka waktu perenungan dan pertobatan sebelum membawakan bencana terakhir dan paling mengerikan, kematian anak sulung. Ia akan memusnahkan segala sesuatu yang akan mengalihkan perhatian mereka dan memberikan waktu bagi mereka untuk meditasi, dengan demikian memberikan bukti baru terhadap kasih-Nya dan bukan untuk menghancurkan.

Di akhir dari tiga hari kegelapan itu, Firaun memanggil Musa serta berkata, “Pergilah, beribadahlah kepada TUHAN, hanya kambing dombamu dan lembu sapimu harus ditinggalkan, juga anak-anakmu boleh turut beserta kamu.” Jawabannya adalah, “Bahkan korban sembelihan dan korban bakaran harus engkau berikan kepada kami, supaya kami menyediakannya untuk TUHAN, Allah kami. Dan juga ternak kami harus turut beserta kami dan satu kaki pun tidak akan tinggal, sebab dari ternak itulah kami harus ambil untuk beribadah kepada TUHAN, Allah kami; dan kami tidak tahu, dengan apa kami harus beribadah kepada TUHAN, sebelum kami sampai di sana.”

Raja itu keras kepala. “Pergilah dari padaku; awaslah engkau, jangan lihat mukaku lagi, sebab pada waktu engkau melihat mukaku, engkau akan mati.” Jawabannya adalah, “Tepat seperti ucapanmu itu! Aku takkan melihat mukamu lagi.” Signs of the Times, 18 Maret 1880.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar